Mataram – JAGAT BATARA. Rabu, 11 Desember 2024. Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) telah memberikan ruang bagi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) untuk melanjutkan penanganan laporan dugaan gratifikasi yang melibatkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) NTB, Zamroni Aziz. Hal ini disampaikan oleh Enen Saribanon, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTB, yang menegaskan bahwa laporan masyarakat terkait kasus ini kini berada di bawah kewenangan Polda NTB setelah melalui proses telaah di Kejaksaan.
“Sejak awal, laporan terkait dugaan gratifikasi terhadap Zamroni Aziz telah diterima oleh kami, namun melihat perkembangan penanganan yang sudah lebih maju oleh Polda NTB, kami memutuskan untuk memberi ruang kepada pihak kepolisian untuk menangani perkara ini lebih lanjut,” ungkap Enen Saribanon saat diwawancarai di Mataram, Selasa (10/12).
Progres Penanganan di Polda NTB
Enen menyebutkan bahwa Polda NTB telah menunjukkan progres yang signifikan dalam penanganan laporan ini, bahkan sudah ada Surat Perintah Tindak Lanjut (Sprint) dari pihak kepolisian. Oleh karena itu, Kejati NTB memutuskan untuk merujuk proses hukum lebih lanjut kepada Polda NTB. “Kami telah memberi informasi kepada masyarakat dan pelapor, bahwa perkara ini sudah ditangani oleh Polda NTB, dan untuk informasi lebih lanjut, mereka bisa langsung menghubungi Polda NTB,” tambah Enen.
Sebagaimana diketahui, laporan dugaan gratifikasi ini mengarah pada beberapa persoalan yang melibatkan kewenangan dan jabatan Zamroni Aziz sebagai Kepala Kanwil Kemenag NTB. Tindak lanjut terhadap laporan tersebut kini menjadi tanggung jawab penuh Polda NTB, meskipun Kejati NTB sebelumnya telah memulai proses telaah terhadap aduan masyarakat pada Agustus 2024.
Dugaan Gratifikasi Terkait Beberapa Persoalan Kemenag NTB
Dugaan gratifikasi yang dilaporkan ke Kejati NTB berkaitan dengan beberapa masalah yang menyentuh kewenangan Zamroni Aziz dalam jabatannya. Beberapa persoalan yang diduga melibatkan gratifikasi tersebut antara lain terkait dengan panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) tahun 2024, mutasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K), serta penempatan jabatan eselon III di Kanwil Kemenag NTB.
Laporan yang diterima oleh Kejati NTB menyebutkan bahwa gratifikasi yang diterima oleh Zamroni Aziz diduga mencapai jumlah yang cukup signifikan, mulai dari belasan juta hingga ratusan juta rupiah. Uang tersebut diduga tidak langsung diterima oleh Zamroni Aziz, melainkan melalui perantara rekening milik orang terdekatnya. Hal ini menambah kompleksitas kasus ini, karena diduga adanya keterlibatan pihak ketiga dalam proses penerimaan gratifikasi tersebut.
Penyelidikan Masih Berlangsung
Meski Kejaksaan belum memutuskan untuk mengajukan permintaan klarifikasi terhadap Zamroni Aziz, pihak Kejati NTB tetap memantau perkembangan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda NTB. Kejati NTB memastikan bahwa langkah hukum yang diambil berdasarkan laporan masyarakat ini akan terus dipantau secara ketat.
“Kami belum meminta klarifikasi terhadap Zamroni Aziz, namun kami tetap mengikuti perkembangan proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polda NTB. Kasus ini tentu memerlukan penanganan yang hati-hati, karena melibatkan dugaan gratifikasi yang cukup kompleks,” ujar Enen.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda NTB, AKBP Mohammad Kholid, yang dimintai tanggapan mengenai hal ini, belum memberikan respons hingga berita ini diturunkan.
Tindak Lanjut Penanganan Kasus
Dugaan gratifikasi yang melibatkan pejabat publik ini menjadi perhatian masyarakat, mengingat dampaknya yang luas terhadap integritas birokrasi dan kepercayaan publik terhadap instansi pemerintah. Dalam hal ini, Kejati NTB dan Polda NTB diharapkan dapat bekerja sama untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani secara transparan dan profesional, serta bahwa pelaku yang terbukti bersalah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Penyelidikan lebih lanjut akan menentukan apakah dugaan gratifikasi ini dapat dibuktikan di pengadilan atau tidak. Jika terbukti, tindakan korupsi berupa penerimaan gratifikasi ini akan dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini juga menunjukkan pentingnya pengawasan terhadap pejabat publik, terutama dalam hal penerimaan hadiah atau imbalan terkait dengan jabatannya, yang berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku dan merugikan kepentingan negara. Kejaksaan dan Kepolisian diharapkan dapat memberikan kejelasan kepada publik mengenai langkah-langkah hukum yang akan diambil, serta menjaga agar proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan. (Red)