Jakarta – JAGAT BATARA. Selasa, 3 Desember 2024. Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terus melakukan pendalaman terhadap kasus dugaan pemufakatan jahat yang melibatkan suap dan gratifikasi terkait perkara hukum Gregorius Ronald Tannur. Pada Senin (2/12/2024), Kejagung memeriksa salah satu pihak terkait, yakni Manager Quality Control PT Antam Tbk, yang dikenal dengan inisial SEP. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk menguatkan bukti-bukti serta melengkapi proses pemberkasan dalam perkara yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat.
Pemeriksaan sebagai Bagian dari Proses Pembuktian
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan bahwa pemeriksaan terhadap SEP adalah bagian dari rangkaian upaya penyidik untuk memperkuat pembuktian dalam kasus yang tengah diselidiki. “Penyidik Jampidsus telah memeriksa SEP selaku Manager Quality Control PT Antam Tbk,” ujar Harli.
Sementara itu, Harli juga menjelaskan bahwa pemeriksaan ini dilakukan sehubungan dengan kasus yang melibatkan Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, serta Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur. Diketahui, Zarof dan Lisa telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemufakatan jahat yang melibatkan praktik suap dan gratifikasi dalam proses pengurusan vonis untuk Ronald Tannur di Mahkamah Agung.
Substansi Pemeriksaan Belum Dibuka
Meski demikian, Harli menambahkan bahwa Kejagung belum dapat membeberkan secara rinci terkait substansi pemeriksaan terhadap SEP. Menurutnya, penyidik hanya mengonfirmasi bahwa PT Antam, dalam hal ini SEP, diperiksa sebagai saksi dalam perkara yang melibatkan Zarof Ricar. “Terkait substansi pemeriksaan, kita belum ada info lebih lanjut. Penyidik hanya memberikan informasi pemeriksaan terhadap pihak PT Antam sebagai saksi dalam perkara atas nama tersangka ZR,” kata Harli.
Peran Zarof Ricar dan Lisa Rahmat dalam Kasus Suap
Seperti diketahui, dalam pengungkapan kasus ini, Kejagung telah menetapkan Zarof Ricar dan Lisa Rahmat sebagai tersangka atas dugaan pemufakatan jahat yang melibatkan suap terkait pengurusan perkara hukum Ronald Tannur. Dalam kasus tersebut, Lisa Rahmat diduga menawarkan biaya pengurusan perkara sebesar Rp1 miliar kepada Zarof Ricar, yang diduga berperan dalam memengaruhi putusan kasasi untuk membebaskan Ronald Tannur.
Lebih lanjut, dalam proses tersebut, Lisa juga diketahui telah menyerahkan biaya suap sebesar Rp5 miliar yang ditujukan untuk ketiga hakim yang menangani perkara Ronald Tannur. Namun, uang yang diserahkan tersebut tidak sempat diteruskan dan masih berada di kediaman Zarof Ricar. Sehingga, Kejagung tengah melanjutkan penyelidikan untuk memastikan aliran dana tersebut serta mengungkapkan lebih lanjut pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi ini.
Komitmen Kejagung dalam Pemberantasan Korupsi
Kasus ini semakin memperlihatkan betapa pentingnya upaya pemberantasan praktik korupsi di lingkungan pemerintahan dan lembaga peradilan. Kejagung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini, tidak hanya untuk menuntut pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku, tetapi juga untuk memberikan efek jera bagi mereka yang terlibat dalam praktik suap dan gratifikasi.
Melalui serangkaian pemeriksaan dan penyidikan yang transparan, Kejagung berharap dapat memastikan bahwa sistem hukum di Indonesia berjalan sesuai dengan prinsip keadilan yang sesungguhnya. “Kami akan terus melakukan pendalaman terhadap seluruh pihak yang terlibat dan memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu,” tegas Harli Siregar.
Penegakan Hukum Tanpa Kompromi
Dengan adanya pemeriksaan terhadap berbagai pihak, termasuk pihak PT Antam, Kejagung menunjukkan keseriusan dalam menuntaskan kasus dugaan pemufakatan jahat ini. Semua pihak yang terlibat dalam skema suap dan gratifikasi yang melibatkan pengurusan vonis di Mahkamah Agung akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Kejagung diharapkan dapat mempercepat proses penyidikan dan mengungkap secara terang benderang siapa saja yang terlibat dalam tindak pidana korupsi ini, agar keadilan dapat ditegakkan dan nama baik sistem peradilan di Indonesia tetap terjaga. (Red)