Bandung – JAGAT BATARA. Sabtu, 23 November 2024. Sidang perkara gugatan perdata nomor 578/Pdt.G/2023/PN.Bdg yang digelar di Pengadilan Negeri Klas IA Bandung kembali menarik perhatian. Sidang ini mempertemukan penggugat, Ahli Waris Rd. Nurhadi bin Adiwangsa, dengan para tergugat yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk ahli waris Alm. Ir. Djohar Hayat, Alm. Khokahie, dan beberapa pejabat pemerintahan, di antaranya Lurah Cipamokolan, Camat Rancasari, BPN/ATR Kota Bandung, serta Notaris. Sidang yang berlangsung pada 20 November 2024 ini mengagendakan pemeriksaan saksi dari pihak Kelurahan Cipamokolan dan BPN.
Awal sidang diwarnai oleh pertemuan antara saksi dari pihak penggugat, Iwan Permana (76), dan Sekretaris Lurah Cipamokolan, Heri, yang kerap hadir mewakili Lurah Cipamokolan dalam persidangan. Iwan, yang sebelumnya telah memberikan kesaksian, menyapa Heri dengan komentar tajam terkait keterlibatan dan pengetahuan Heri tentang perkara ini.
“Saya rasa kamu yang paling cocok jadi saksi, karena kamu sudah tahu semua seluk-beluk perkara ini, termasuk kecurangan-kecurangan yang terjadi,” ujar Iwan kepada Heri. Bahkan, Iwan menambahkan bahwa Heri lebih mengetahui tentang perkara ini daripada Lurah Cipamokolan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena sebelum menjabat sebagai Sekretaris Lurah, Heri mengikuti Alm. Suhara, mantan Sekretaris Desa (Sekdes) yang diduga terlibat dalam pencoretan Letter C di Kelurahan Cipamokolan. “Suhara lah yang diduga mencoret-coret Letter C di Kelurahan Cipamokolan,” ujar Iwan lebih lanjut.
Pemeriksaan dalam sidang ini juga menyoroti bukti-bukti yang diserahkan oleh para tergugat. Dalam proses pembuktian, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Bayu Seno Maharto, SH., MH meminta agar surat-surat yang relevan diserahkan sebagai bukti. Namun, kuasa hukum dari Tergugat I dan II hanya menyerahkan dua sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Ir. Djohar Hayat, yaitu SHM No. 574 dan SHM No. 575. Meski demikian, sertifikat-sertifikat yang telah beralih nama, yakni SHM No. 574 yang beralih menjadi SHM No. 4531 atas nama Rika Fatmawati, dan SHM No. 575 yang beralih menjadi SHM No. 4532 atas nama Dr. Iman Rahayu M. Sains, tidak diserahkan sebagai bukti. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan proses peralihan tersebut, yang masih belum dapat dipastikan.
Lebih lanjut, Tergugat III, Alm. Khokahie, dan Tergugat IV, Indra (Johan Indrachman), beserta kuasa hukumnya, juga tidak menyampaikan satu bukti pun dalam sidang tersebut. Padahal, dalam persidangan awal, Indra sempat memberikan penjelasan bahwa tanah yang terletak di atas pom bensin Cipamokolan bukanlah miliknya. Namun, saat sidang pemeriksaan setempat yang digelar pada 4 Oktober 2024, Majelis Hakim kembali menanyakan soal sertifikat tanah tersebut. Ketika ditanya mengenai kepemilikan sertifikat pom bensin tersebut, kuasa hukum Indra menjawab bahwa tanah itu milik istri Indra. Menanggapi jawaban tersebut, Hakim Ketua Bayu Seno langsung menanggapi dengan tegas, “Sama saja, itu milik Indra.” Mendengar pernyataan hakim, kuasa hukum Indra hanya terdiam, menandakan ketidakmampuan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait status tanah tersebut.
Sidang ini semakin memperuncing dugaan adanya kecurangan dalam proses pengalihan sertifikat tanah yang menjadi objek sengketa. Majelis Hakim akan terus mendalami bukti-bukti yang ada dan memeriksa saksi-saksi yang terlibat untuk menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam sengketa tanah ini. Sebagai langkah lanjutan, hakim akan meminta klarifikasi lebih mendalam terkait peralihan sertifikat yang tidak disertakan oleh para tergugat dalam proses persidangan.
Sengketa ini tidak hanya melibatkan permasalahan administratif terkait kepemilikan tanah, tetapi juga menyentuh isu dugaan kecurangan yang melibatkan beberapa pihak, termasuk pejabat pemerintahan dan notaris. Dengan fakta-fakta yang terus terungkap, sidang ini akan menjadi perhatian banyak pihak, baik dari kalangan hukum maupun masyarakat umum, untuk memastikan bahwa proses peradilan berjalan transparan dan adil. (Sam)