Jakarta – JAGAT BATARA. Selasa, 12 November 2024. Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan kegiatan impor gula pada tahun 2015-2016 di Kementerian Perdagangan. Dalam upaya mendalami kasus ini, Kejagung telah memeriksa dua orang saksi yang merupakan mantan anak buah dari Tom Lembong, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah memeriksa dua saksi pada Senin, 11 November 2024. Kedua saksi yang diperiksa adalah *SH, yang menjabat sebagai Kasubdit Hasil Industri pada Direktorat Bahan Pokok dan Barang Strategis di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015, serta *SA, yang pada tahun 2016 menjabat sebagai Direktur Jenderal Kementerian Perdagangan.
“Kedua saksi tersebut diperiksa untuk mendalami keterkaitan mereka dengan peran yang mereka jalankan selama masa jabatan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan, terkait dengan izin impor gula yang menjadi pokok perkara dalam kasus ini,” jelas Harli Siregar dalam keterangan pers yang disampaikan pada Selasa (12/11/2024).
Latar Belakang Kasus Impor Gula
Kasus ini berawal dari dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengaturan impor gula kristal putih (GKP) pada tahun 2015-2016, yang melibatkan Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan dan Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI). Kejagung menduga bahwa kebijakan impor gula yang dikeluarkan oleh Tom Lembong bertentangan dengan ketentuan yang ada dan merugikan negara.
Pada tahun 2015-2016, Indonesia menghadapi kekurangan stok GKP, yang merupakan gula kristal yang siap konsumsi. Berdasarkan kebijakan yang ditandatangani oleh Tom Lembong, hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diperbolehkan mengimpor GKP, dengan ketentuan bahwa impor tersebut harus sesuai dengan kebutuhan dalam negeri yang disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian. Implikasi dari kebijakan ini adalah untuk mengendalikan kestabilan harga dan ketersediaan GKP di pasar.
Namun, dalam praktiknya, Kejagung menemukan bahwa Tom Lembong justru memberikan izin impor gula kristal mentah (GKM) kepada sejumlah perusahaan swasta. GKM adalah jenis gula yang digunakan dalam proses produksi, bukan gula yang siap konsumsi. GKM yang diimpor ini kemudian diolah oleh perusahaan-perusahaan swasta menjadi GKP, yang pada akhirnya dijual langsung ke pasar dengan harga yang jauh lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET).
Penyalahgunaan Wewenang dan Kerugian Negara
Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, Tom Lembong diduga telah memberikan tekanan kepada PT PPI untuk bekerja sama dengan perusahaan swasta dalam mengolah GKM menjadi GKP. Sebanyak sembilan perusahaan swasta yang terlibat dalam proses ini, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, PT MSI, dan PT KTM. Kejagung menyatakan bahwa tindakan ini jelas melanggar ketentuan yang ada, yang seharusnya mengizinkan impor GKP oleh BUMN, bukan swasta.
“Atas sepengetahuan dan persetujuan tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong), surat penugasan untuk impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, yang diimpor adalah GKP secara langsung, untuk memenuhi kebutuhan dan kestabilan harga pasar,” kata Abdul Qohar.
Lebih lanjut, setelah GKM diolah menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal yang terjadi adalah perusahaan-perusahaan swasta langsung menjual GKP tersebut ke distributor dengan harga yang lebih tinggi, melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kejagung juga menemukan bahwa dari transaksi pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee sebesar Rp 105 per kilogram. Berdasarkan perhitungan jaksa, kerugian negara yang ditimbulkan akibat kebijakan yang melibatkan perusahaan-perusahaan swasta ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang seharusnya diperoleh negara, namun justru dinikmati oleh pihak swasta.
Proses Penyidikan dan Tindak Lanjut
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan Tom Lembong dan Charles Sitorus sebagai tersangka. Keduanya diduga terlibat dalam pengaturan impor gula yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah yang signifikan.
Kejaksaan Agung terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lainnya, termasuk pejabat-pejabat yang terlibat dalam kebijakan impor gula selama masa jabatan Tom Lembong. Tim penyidik juga tengah menelusuri aliran dana dan transaksi yang terkait dengan kasus ini, untuk memastikan tidak ada pihak lain yang terlibat dalam praktik korupsi tersebut.
Kejagung memastikan bahwa proses hukum akan berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan siap untuk menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang serta merugikan negara. Dalam hal ini, Kejagung berkomitmen untuk menuntaskan kasus korupsi ini dengan transparansi dan akuntabilitas, guna memberikan keadilan kepada masyarakat dan negara. (Red)