Serang – JAGAT BATARA. Kamis, 7 November 2024. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi terkait pemberian fasilitas kredit modal kerja (KMK) oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) kepada PT Karya Multi Anugerah (KMA) pada tahun 2016. Tiga tersangka yang ditetapkan dalam perkara ini adalah EBY, seorang relationship officer Bank BJB; DAS, manajer komersial Bank BJB Cabang Kota Tangerang; serta satu tersangka dari pihak swasta berinisial J.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, melalui keterangan pers yang diterima oleh awak media di Serang, Rabu, 6 November 2024. Rangga menjelaskan bahwa ketiganya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara. Sebelumnya, pada 31 Oktober 2024, Kejati Banten juga telah menahan SNZ, Direktur PT KMA, sebagai tersangka dalam perkara ini.
Kronologi Kasus: Penyalahgunaan Kredit dan Penyaluran Dana Fiktif
Kasus ini bermula pada tahun 2016, ketika J, seorang pihak swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek, melakukan kesepakatan dengan SNZ untuk memperoleh pembiayaan bagi proyek pembangunan Jalan Purabaya-Jati-Saguling yang dibiayai oleh Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Bandung Barat. Proyek ini bernilai Rp 16,9 miliar dan pelaksanaannya dilakukan oleh J dengan menggunakan PT KMA sebagai “bendera” untuk memperoleh dana.
Pada 14 September 2016, J mendapatkan kuasa dari SNZ untuk mengajukan permohonan fasilitas kredit modal kerja (KMK) sebesar Rp 5 miliar kepada Bank BJB Cabang Kota Tangerang. Proses pengajuan kredit ini melibatkan EBY dan DAS sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan kredit di bank tersebut. Namun, terjadi sejumlah penyimpangan prosedur yang kemudian menimbulkan kerugian bagi Bank BJB.
Penyimpangan Prosedur Pengajuan Kredit
Rangga menjelaskan bahwa dalam proses pengajuan kredit, terjadi beberapa pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh EBY dan DAS. Salah satunya adalah surat kuasa yang dibawa oleh J dalam pengajuan pinjaman, yang tidak memuat keterangan bahwa SNZ memberi kuasa kepada J untuk mengajukan pinjaman tersebut. Selain itu, EBY, yang bertugas untuk melakukan verifikasi terhadap dokumen pengajuan kredit, tidak melakukan prosedur yang semestinya, seperti melakukan survei atau wawancara terhadap pihak yang mengajukan kredit.
Pada tahap penandatanganan, seharusnya pihak debitur atau peminjam menyerahkan dokumen standing instruction, yaitu pernyataan yang menyatakan bahwa tidak ada perubahan atau pengalihan pembayaran termin pekerjaan kepada pihak lain. Namun, dalam hal ini, pembayaran termin proyek yang seharusnya disalurkan untuk melunasi fasilitas kredit, justru dialihkan oleh SNZ ke rekening PT KMA di bank lain. Setelah uang tersebut diterima, sebagian besar dana dari termin proyek tersebut dipindahkan kepada J, yang seharusnya digunakan untuk membayar utang kredit.
Kerugian Negara dan Pembagian Hasil Korupsi
Akibat penyalahgunaan ini, Bank BJB Cabang Kota Tangerang mengalami kerugian sekitar Rp 6,1 miliar. Dalam pengungkapan kasus ini, juga ditemukan bahwa sebagai bagian dari kesepakatan korupsi, J memberikan sejumlah uang kepada para pejabat Bank BJB, yaitu EBY dan DAS. J memberikan hadiah berupa perjalanan umroh kepada EBY dan DAS yang dibiayai dengan uang yang didapatkan dari proyek tersebut.
Lebih lanjut, Rangga mengungkapkan bahwa SNZ menerima uang sebesar Rp 831 juta dari J sebagai imbalan atas bantuannya dalam memfasilitasi pengajuan kredit. Tindakan ini jelas merupakan bentuk gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Status Tersangka dan Tindakan Hukum Lanjutan
Hingga saat ini, DAS sudah ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIB Serang, sementara EBY sudah berada dalam tahanan terkait dengan perkara korupsi lainnya yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang. Sementara itu, pihak swasta berinisial J yang merupakan pihak yang diduga bertanggung jawab dalam pengalihan dana proyek, masih dalam pencarian dan akan segera ditangkap untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Tindak Lanjut dan Potensi Kerugian Negara
Kejati Banten terus melanjutkan penyidikan kasus ini untuk mengungkap lebih jauh praktik-praktik korupsi yang terjadi dalam proyek-proyek yang dibiayai oleh negara. Kejaksaan juga mengimbau agar semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan anggaran dan fasilitas kredit untuk selalu mematuhi prosedur yang berlaku, guna mencegah kerugian negara yang lebih besar.
Pihak Kejati Banten juga memastikan akan terus bekerja sama dengan instansi terkait dalam mengusut kasus ini hingga tuntas, dengan tujuan untuk menuntut pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku kejahatan korupsi yang merugikan keuangan negara.
Pihak Kejati Banten berharap proses hukum ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak, serta dapat memberi efek jera bagi pelaku-pelaku tindak pidana korupsi yang mencederai integritas sektor keuangan dan pembangunan di Indonesia. (Red)