Bandung – JAGAT BATARA. Kamis, 7 November 2024. Proyek pembangunan Rumah Deret Taman Sari di Kota Bandung, yang bernilai total Rp 66.487.469.000 pada tahap pertama, kini tengah menjadi sorotan setelah muncul dugaan pelanggaran hukum yang berujung pada kerugian negara. Proyek ini, yang mencakup pekerjaan perencanaan, konstruksi pondasi, struktural, arsitektural, dan instalasi mekanikal-elektrikal (MEP) untuk Blok 1, tercatat dalam kontrak yang disepakati pada 1 Agustus 2017, dengan nomor perjanjian 602/06/PPSA.MEP.Blok1.RDTS/PPK/2017.
Proyek yang dilaksanakan oleh konsorsium perusahaan, yaitu PT Sartonia Agung, PT Sangkuriang, PT Agro Bio Organik, dan PT Yudha Prahasta Mandiri Perkasa, melalui kuasa direktur Topik Hidayat, kini menghadapi masalah serius. Topik Hidayat, yang akrab disapa “Bang Komo,” mengungkapkan sejumlah persoalan administratif dan keuangan terkait pelaksanaan proyek ini.
Pekerjaan Diluar Kontrak dan Pengeluaran Tak Terencana
Menurut penuturan Topik Hidayat, pada awalnya dirinya diberi tugas untuk mengosongkan lahan yang ditempati oleh beberapa puluh orang penghuni. Selain itu, ia juga diminta untuk memberi “kadedeuh” (uang penghargaan) kepada penghuni yang terdampak, dengan biaya yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 4 miliar, serta membayar uang kontrakan sebesar Rp 1,9 miliar. Hal ini, lanjutnya, tidak tercantum dalam surat perjanjian kerja (SPK). Ketika Hidayat mempertanyakan hal tersebut kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang bertanggung jawab atas proyek ini, Yuddi Muhammad Yusuf, SST, jawabannya adalah bahwa biaya tersebut akan dibayar pada tahap kedua pembangunan.
“Yuddi mengatakan bahwa itu adalah program dari Walikota (RK), dan pembayarannya akan dilakukan pada tahap berikutnya,” ujar Hidayat. Namun, meskipun dijanjikan demikian, pembayaran terkait biaya pengosongan lahan dan uang kadedeuh belum juga diterima.
Masalah Rekening dan Pencairan Dana Proyek
Permasalahan semakin kompleks ketika, menurut keterangan Hidayat, rekening yang awalnya disepakati antara dirinya dan PPK (Yuddi) di Bank BJB untuk mencairkan dana proyek, tiba-tiba dialihkan tanpa sepengetahuannya ke Bank Mandiri cabang Cimindi. Selain itu, rekening tersebut kini terdaftar atas nama DSP, yang menurut Hidayat adalah seseorang yang memiliki kedekatan dengan Walikota RK pada saat itu.
“Tanpa sepengetahuan saya, rekening saya dipindahkan ke Mandiri atas nama DSP. Saya juga mendapati bahwa tanda tangan saya dipalsukan untuk transaksi ini,” ungkap Hidayat. Perubahan rekening ini, yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, menimbulkan kerugian yang cukup besar. Meskipun pembayaran untuk uang kontrakan sebesar Rp 1,9 miliar telah diterima, namun pembayaran untuk uang kadedeuh yang diperkirakan mencapai Rp 4 miliar hingga kini belum dibayarkan.
Dugaan Kerugian Negara dan Upaya Hukum
Sebagai dampak dari permasalahan tersebut, Hidayat mengklaim telah dirugikan sekitar Rp 9 miliar, dan pada akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah hukum. Ia menunjuk kuasa hukum, antara lain HR. Irianto Marpaung, SH, M. Rizki A. Malik, SH, MH, dan Ferriansyah SH untuk menggugat PPK Yuddi Muhammad Yusuf ke Pengadilan Negeri Bandung pada 16 Oktober 2023.
Pada 12 September 2024, Pengadilan Negeri Bandung mengeluarkan keputusan dalam perkara No. 504/Pdt.G/2023/PN.Bdg, dengan eksepsi Kompetensi Absolut dari tergugat yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Bandung Kelas I A Khusus tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Dalam putusannya, gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvanklijke Verklaard).
Hubungan DSP dan PPK Yuddi
Saat media menanyakan tentang siapa sebenarnya DSP dan hubungannya dengan PPK Yuddi, Hidayat menjelaskan bahwa DSP adalah orang yang memiliki kedekatan dengan Walikota RK pada waktu itu dan merupakan pihak yang memfasilitasi dirinya untuk mendapatkan pekerjaan di proyek pembangunan Rumah Deret Taman Sari. Hidayat juga menyatakan bahwa DSP sering berhubungan dengan PPK Yuddi terkait administrasi proyek, meskipun tidak memiliki posisi resmi dalam konsorsium perusahaan tersebut.
“DSP adalah orang yang memfasilitasi saya mendapatkan proyek ini. Namun, saya tidak mengerti bagaimana mereka bisa memindahkan rekening atas nama saya ke Bank Mandiri dan mengubahnya menjadi rekening atas nama DSP,” ujarnya.
Kesaksian Lainnya: Ger dan Z
Terkait masalah ini, beberapa pihak lain juga memberikan keterangan. Seorang sumber yang berinisial Ger mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan pekerjaan, meskipun sesuai dengan SPK, ada pembayaran-pembayaran di luar kontrak yang dikelola oleh pihak lain, seperti pembayaran uang kontrakan dan uang kadedeuh untuk penghuni yang belum dibersihkan lahannya. Ger menegaskan bahwa PPK Yuddi berjanji akan menganggarkan biaya tersebut, namun pada akhirnya pembayaran tersebut tidak dilakukan meskipun telah ada anggaran.
Sementara itu, seorang sumber lainnya, yang berinisial Z, menambahkan bahwa DSP adalah orang yang biasa mengurus proyek di Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Bandung. Menurut Z, DSP sering menjadi perantara antara PPK Yuddi dengan dinas terkait. Z juga menyatakan bahwa dana proyek tersebut dipindahkan melalui transfer yang dikelola oleh DSP, dan masalah ini harus diserahkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diselidiki lebih lanjut.
Kesimpulan
Dugaan penyalahgunaan anggaran dan pemindahan rekening tanpa persetujuan pihak yang berwenang dalam proyek pembangunan Rumah Deret Taman Sari ini semakin memperlihatkan adanya potensi kerugian negara yang signifikan. Jika terbukti adanya tindakan melawan hukum, baik oleh PPK, pihak terkait dalam konsorsium, maupun pihak lain yang terlibat, maka kasus ini berpotensi menjadi masalah hukum yang lebih besar dengan sanksi yang berat.
Seiring dengan berjalannya proses hukum, banyak pihak berharap agar kasus ini diselidiki secara transparan dan dapat mengungkapkan siapa saja yang bertanggung jawab atas dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak Pejabat pembuat komitmen dalam proyek ini belum dapat dihubungi oleh awak media. (Sam)