Headlines

KPK Tunggu Data Mahfud MD Terkait Dugaan Mark-Up Proyek Kereta Cepat Whoosh

Screenshot 2025 10 17 074844

JAKARTA – JAGAT BATARA. Dugaan adanya praktik penggelembungan anggaran (mark-up) dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau yang dikenal sebagai Whoosh kini mencuat ke publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi bahwa pihaknya masih belum melangkah lebih jauh dalam penyelidikan perkara tersebut. Lembaga antirasuah itu menyatakan sedang menunggu data dan informasi pendukung dari mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa semua laporan yang masuk akan ditindaklanjuti melalui mekanisme hukum yang berlaku. Namun, menurutnya, penanganan kasus semacam ini tidak bisa dilakukan sembarangan, melainkan harus diawali dengan analisis awal berdasarkan bukti atau informasi yang kredibel.

“Kalau masyarakat punya informasi atau data awal, silakan laporkan ke KPK,” kata Budi saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).

Ia menambahkan bahwa laporan ke KPK harus disertai data awal yang valid agar proses telaah dan verifikasi bisa dilakukan secara presisi.

“Harus disertai informasi dan data awal biar proses telaah dan verifikasinya lebih presisi,” ujarnya lagi.

Isu mark-up dalam proyek kereta cepat ini pertama kali dilontarkan Mahfud MD melalui kanal YouTube miliknya. Dalam video tersebut, Mahfud mengungkapkan adanya perbedaan mencolok antara biaya pembangunan per kilometer kereta cepat versi Indonesia dan versi China.

“Dugaan mark-up-nya begini. Menurut pihak Indonesia, biaya per kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar AS. Tapi di China sendiri cuma sekitar 17–18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat, kan,” ujar Mahfud dalam video tersebut.

Tak hanya soal biaya konstruksi, Mahfud juga menyoroti masalah utang proyek yang dinilainya membebani negara. Ia menyebutkan bahwa utang dari proyek kereta cepat ini diperkirakan akan menembus angka Rp4 triliun pada tahun 2025.

Menurut Mahfud, membengkaknya utang disebabkan oleh perubahan skema pembiayaan proyek. Semula, proyek ini ditawarkan kepada Jepang dengan bunga pinjaman yang sangat rendah, yakni 0,1 persen. Namun kemudian, proyek berpindah ke China dengan bunga awal 2 persen, yang kemudian naik menjadi 3,4 persen seiring meningkatnya total biaya proyek.

Menariknya, meskipun Mahfud mengkritik potensi mark-up pada proyek Whoosh, ia mengakui bahwa biaya pembangunannya per kilometer yang mencapai sekitar Rp780 miliar masih lebih rendah dibandingkan proyek MRT Jakarta yang menyentuh angka Rp1,1 triliun per kilometer. Kendati demikian, ia tetap mendorong agar dugaan mark-up ini diselidiki secara transparan dan menyeluruh.

Lebih lanjut, Mahfud menyampaikan dukungannya terhadap sikap Menteri Keuangan, Purbaya, yang menolak penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup utang proyek kereta cepat tersebut. Ia menilai bahwa langkah tersebut adalah bentuk tanggung jawab fiskal yang harus diapresiasi dan dijadikan contoh dalam pengelolaan proyek-proyek strategis nasional lainnya.

“Pemerintah harus mengambil langkah progresif untuk menekan pertumbuhan utang negara,” tegas Mahfud. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *