Headlines

KPK Periksa 10 Saksi dalam Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC BRI, Termasuk Petinggi PT Indosat

1755686523 1099x67087 1

Jakarta — JAGAT BATARA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di Bank Rakyat Indonesia (BRI) periode 2020–2024. Lembaga antirasuah itu kini memeriksa 10 orang saksi, termasuk seorang petinggi PT Indosat Tbk, untuk memperdalam penyidikan kasus yang disebut merugikan negara hingga Rp700 miliar.

Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu (8/10/2025). Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Budi.

Dalam pemeriksaan tersebut, salah satu saksi utama adalah Irsyad Sahroni, Direktur PT Indosat Tbk. Selain Irsyad, penyidik KPK juga memeriksa sembilan saksi lainnya dari berbagai perusahaan penyedia solusi digital dan teknologi informasi yang diduga terlibat dalam proyek pengadaan mesin EDC di BRI.

Daftar lengkap para saksi yang diperiksa KPK antara lain:

  1. He Heryadi, Direktur PT IP Network Solusindo
  2. Yuliana Efendi, Direktur PT Mutu Utama Indonesia
  3. Dandi Setiyawan, Direktur PT Solusindo Global Digital
  4. Royke Lumban Tobing, Direktur PT Spentera
  5. Masagus Krisna Ismaliansyah, Pengurus CV Dwipayana Teknologi Informasi
  6. Dian Budi Lestari, Direktur PT Dimensi Digital Nusantara
  7. Faisal Mulia Nasution, Direktur PT Fiber Networks Indonesia
  8. Cu Ian Wijaya, Direktur PT Kawan Sejati Teknologi
  9. Riski Lana, Direktur PT Smartnet Magna Global

KPK menduga bahwa sebagian dari perusahaan tersebut terlibat dalam proses pengadaan dan distribusi mesin EDC yang sarat penyimpangan. Pemeriksaan para saksi diharapkan dapat mengungkap alur dana dan modus kerja sama fiktif yang menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara.

Kasus korupsi pengadaan mesin EDC di BRI pertama kali diumumkan KPK pada 26 Juni 2025. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, KPK menetapkan lima tersangka utama pada 9 Juli 2025.

Mereka adalah:

  • Catur Budi Harto (CBH), mantan Wakil Direktur Utama BRI
  • Indra Utoyo (IU), mantan Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI sekaligus eks Direktur Utama Allo Bank
  • Dedi Sunardi (DS), SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI
  • Elvizar (EL), Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi (PCS)
  • Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK), Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi

Menurut hasil penyidikan, proyek pengadaan mesin EDC yang bernilai total Rp2,1 triliun itu diduga dikondisikan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Para tersangka diduga mengatur pemenang tender dan menaikkan harga pengadaan secara tidak wajar melalui perusahaan rekanan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Akibat praktik tersebut, negara mengalami kerugian mencapai Rp700 miliar, atau sekitar 30 persen dari total nilai proyek.

“KPK terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain di luar lima tersangka utama, termasuk perusahaan penyedia jasa teknologi yang menjadi rekanan BRI dalam proyek tersebut,” ungkap seorang sumber di internal KPK.

Dari hasil penyidikan sementara, proyek EDC BRI diduga tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan operasional bank. Beberapa unit mesin yang dibeli disebut tidak berfungsi optimal atau tidak terpasang di cabang-cabang BRI yang seharusnya.

Selain itu, pengadaan dilakukan dengan mark-up harga, di mana nilai kontrak dibuat jauh lebih tinggi dari harga pasar. Uang hasil penggelembungan itu kemudian mengalir ke sejumlah pihak, termasuk pejabat internal BRI dan rekanan proyek.

Dengan pemeriksaan sepuluh saksi terbaru, KPK berupaya menelusuri lebih jauh alur aliran dana korupsi, hubungan antara perusahaan penyedia, serta peran pejabat BRI dalam pengambilan keputusan proyek.

Pemeriksaan ini juga diyakini akan mengarah pada identifikasi pihak-pihak baru yang berpotensi menjadi tersangka. Hingga kini, KPK belum menutup kemungkinan adanya keterlibatan pejabat aktif maupun pihak eksternal lain yang turut menikmati keuntungan dari proyek bermasalah tersebut.

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi di sektor perbankan dan teknologi finansial, yang semestinya menjadi tulang punggung sistem pembayaran nasional. KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan penyidikan hingga tuntas dan memastikan pengembalian kerugian negara sebesar Rp700 miliar. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *