Kabupaten Sukabumi – JAGAT BATARA. Selasa, 1 Juli 2025. Aktivitas mencurigakan dan tak lazim menggegerkan warga Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi. Sekelompok penambang emas ilegal yang diduga merupakan gurandil—penambang liar tradisional—dilaporkan membuka areal tambang emas tanpa izin di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Bojong Asih, sebuah lahan yang secara hukum masih berlaku hingga tahun 2035.
Lebih mencengangkan lagi, kegiatan ini dilakukan dengan kedok legalitas koperasi bernama Koperasi Produsen GPS, yang diketuai oleh pria berinisial SN dan dibantu oleh sekretaris IF. Namun berdasarkan keterangan dari keamanan internal PT Bojong Asih, koperasi ini belum mengantongi Izin Pertambangan Rakyat (IPR), meskipun telah memiliki Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan izin OSS (Online Single Submission).
Kuasa hukum PT Bojong Asih, HR Irianto Marpaung, SH, dari Law Firm Marpaung and Partner, menegaskan bahwa pihak perusahaan tidak pernah memberikan izin kerja sama atau eksploitasi tambang kepada Koperasi GPS.

Menurut Marpaung, Koperasi GPS memang sempat mengajukan surat kerja sama kepada pihak PT Bojong Asih pada 19 Mei 2025, dengan nomor surat 011/KPGPS/Per/V/2025, yang isinya menyatakan keberatan atas tidak adanya ruang dialog dan keinginan membuka tambang rakyat di wilayah WPR Cihaur. Namun permintaan tersebut ditolak tegas oleh manajemen PT Bojong Asih.
“Permohonan mereka kami tolak karena tidak memiliki dasar hukum yang sah dan menimbulkan risiko hukum serta kerusakan lingkungan,” ujar Marpaung.
Marpaung merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang secara tegas menyatakan bahwa kegiatan pertambangan tanpa izin resmi (IPR) merupakan tindak pidana.
“Pasal 158 menyebutkan sanksi pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar bagi siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin,” jelasnya.
Kredibilitas koperasi ini semakin dipertanyakan setelah terungkap bahwa ketuanya, SN, pernah divonis bersalah dalam kasus serupa. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Cibadak dengan nomor 366/Pid.Sus/2022/PN Cbd, SN telah dijatuhi hukuman pada 16 Februari 2023 karena terbukti melanggar Pasal 158 UU Minerba dan Pasal 107 huruf a UU Perkebunan.
Majelis hakim yang terdiri dari Yudistira Alfian, SH, MH (Ketua), Raden Eka Pramanca Cahyo Nugroho, SH, MH, dan Lisa Fatmasari, SH, MH, menyatakan bahwa SN dijatuhi hukuman 1 tahun 2 bulan penjara serta denda Rp100 juta, dengan subsider 6 bulan kurungan. Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tersebut adalah Aji Sukartaji.

“Fakta ini memperkuat alasan kami menolak kerja sama dengan Koperasi GPS, karena ketuanya memiliki rekam jejak hukum dalam kasus tambang ilegal,” tambah Marpaung.
Seorang pakar hukum agraria yang tidak ingin disebutkan namanya, menyatakan bahwa penggunaan lahan berstatus HGU tanpa izin dari pemilik sah merupakan pelanggaran serius, terlebih lagi jika digunakan untuk aktivitas ekstraktif seperti tambang emas.
“Jika benar koperasi digunakan sebagai kedok penambangan ilegal, maka hal ini sudah masuk ke ranah pidana. Aparat penegak hukum harus segera bertindak tegas,” ujarnya.
Menindaklanjuti temuan ini, PT Bojong Asih telah melaporkan kasus tersebut ke Polres Sukabumi pada Jumat, 27 Juni 2025. Selain itu, perusahaan juga berencana mengirim surat resmi kepada Gubernur Jawa Barat untuk melaporkan dugaan tambang ilegal yang berpotensi merusak lingkungan dan menciptakan konflik agraria.
Hingga berita ini diturunkan, SN selaku Ketua Koperasi GPS belum dapat dikonfirmasi oleh awak media terkait tudingan keterlibatannya dalam aktivitas tambang ilegal tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian publik, menambah panjang daftar persoalan tambang emas ilegal yang marak di Indonesia. Masyarakat mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara tegas untuk mencegah kerusakan lingkungan, penyerobotan lahan, dan konflik sosial yang mungkin timbul di kemudian hari.
(DS/Jen)