Cianjur – JAGAT BATARA. Sabtu, 8 Juni 2025. Sebuah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Cianjur tengah menjadi sorotan tajam publik. Meski memiliki bangunan yang megah dan fasilitas yang disebut-sebut melampaui standar rata-rata PKBM, lembaga ini justru diduga kuat menyimpan skandal serius terkait keberadaan siswa fiktif.
PKBM yang dimaksud adalah PKBM Sarbini, yang diketahui menerima Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) tahun anggaran 2025 sebesar Rp 726.970.000. Dana tersebut diperuntukkan bagi program pendidikan kesetaraan: Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA). Namun, berdasarkan laporan dari beberapa pihak dan hasil penelusuran media, sebagian besar peserta didik yang tercantum dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) diduga fiktif alias tidak nyata.
Investigasi lapangan mengungkap sejumlah kejanggalan mencolok:
- Siswa kelas 12 mengaku hanya 20 orang yang akan mengikuti ujian tahun ini.
- Seorang guru berinisial E tampak bingung saat ditanya jumlah siswa berdasarkan absensi.
- Kelas 7 (Paket B) dilaporkan memiliki 27 siswa, namun hanya 10 siswa di kelas 8 dan 15 siswa di kelas 9.
- Seorang siswa mengungkap bahwa total siswa aktif dari Paket B dan C hanya 52 orang.
- Kelas 11 (Paket C) hanya diisi 7 siswa, sedangkan kelas 10 yang diajar oleh guru berinisial T hanya memiliki sekitar 15 siswa.
Sementara dalam data Dapodik yang dilaporkan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, jumlah peserta didik yang terdaftar dan menerima BOSP adalah:
- Paket A: 29 siswa (Rp 38.280.000)
- Paket B: 122 siswa (Rp 185.440.000)
- Paket C: 275 siswa (Rp 503.250.000)
Total anggaran: Rp 726.970.000
Perbedaan signifikan antara jumlah siswa yang aktif dengan data Dapodik memunculkan dugaan rekayasa data siswa untuk memperbesar penerimaan dana BOSP. Mengingat besaran BOSP per siswa: Paket A (Rp 1.320.000), Paket B (Rp 1.520.000), dan Paket C (Rp 1.830.000), potensi kerugian negara akibat dugaan data fiktif ini bisa mencapai ratusan juta rupiah setiap tahun.
Upaya awak media untuk mengonfirmasi dugaan tersebut kepada kepala PKBM Sarbini berinisial EA mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Seorang tutor berinisial TR disebut membentak dan mempertanyakan surat tugas jurnalis, meski identitas resmi telah ditunjukkan. Tidak ada klarifikasi atau penjelasan yang diberikan, dan kepala PKBM terkesan menghindari pertanyaan media serta memperlihatkan sikap intimidatif.
Perlakuan ini dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kemerdekaan pers dan hak wartawan untuk mencari serta menyampaikan informasi kepada publik. Tindakan semacam ini dapat dikategorikan sebagai penghalang kerja jurnalistik dan memiliki konsekuensi hukum.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur belum memberikan tanggapan atau klarifikasi atas dugaan tersebut.
Kasus ini membuka ruang bagi aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk melakukan audit menyeluruh terhadap PKBM Sarbini dan menelusuri potensi penyalahgunaan dana pendidikan yang sejatinya ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
(DS)