Kabupaten Sukabumi – JAGAT BATARA, Jumat 6 Juni 2025. Program ketahanan pangan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi Tengah kini tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, Kepala Desa Mekarwangi diduga menabrak aturan prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Desa (Permendes) PDTT Nomor 8 Tahun 2022 serta Permendes Nomor 13 Tahun 2023.
Kedua regulasi tersebut secara tegas mengatur bahwa program ketahanan pangan nabati dan hewani merupakan salah satu fokus penggunaan Dana Desa, bahkan ditetapkan minimal 20% dari total pagu anggaran.
Namun, berdasarkan penelusuran media ini, penggunaan Dana Desa tahun 2023 dan 2024 di Desa Mekarwangi tidak mencerminkan ketentuan tersebut. Pada 2023, desa menerima alokasi Dana Desa sebesar Rp 845.076.000. Idealnya, sebesar Rp 169.015.200 harus dialokasikan untuk program ketahanan pangan. Ironisnya, tidak ada anggaran yang tercantum untuk sektor tersebut.
Hal serupa terjadi pada 2024. Dari total Dana Desa sebesar Rp 983.793.000, hanya sekitar Rp 8.500.000 yang digunakan untuk pembangunan atau pengerasan jalan usaha tani—yang diklaim sebagai bagian dari program ketahanan pangan. Padahal, angka minimal yang seharusnya dialokasikan sesuai regulasi adalah Rp 196.758.600. Ketimpangan angka ini menimbulkan tanda tanya besar, apalagi data ini berhasil lolos dalam sistem pengawasan digital seperti Siskeudes.
“Ini menjadi pertanyaan publik. Bagaimana mungkin dengan sistem seketat itu, penyimpangan seperti ini bisa luput? Ada apa dengan DPMD?” ungkap salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.
Informasi yang dihimpun oleh awak media Phantera Jagat News menguatkan dugaan bahwa kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang diatur dalam Permendes. Bahkan, beberapa sumber menyebut adanya indikasi bahwa pelaksanaan kegiatan dilakukan secara tidak transparan dan tidak menyentuh kebutuhan riil masyarakat.
Seorang warga Desa Mekarwangi berinisial NS mengatakan, semua kegiatan fisik desa diduga dikuasai oleh suami Kepala Desa.
“Kami menduga ada pengalihan kegiatan, bahkan potensi kegiatan fiktif. Dana yang seharusnya untuk petani dan peternak lokal, tak jelas manfaatnya bagi masyarakat,” ungkapnya.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sukabumi yang seharusnya menjadi instansi pengawasan teknis juga menjadi sorotan keras. Hingga kini, belum tampak adanya tindakan konkret dari DPMD dalam menanggapi dugaan pelanggaran tersebut.
“DPMD harusnya melakukan monitoring berkala dan cepat mengambil tindakan jika ditemukan dugaan pelanggaran. Audit seharusnya segera dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” tambah tokoh masyarakat tersebut.
Jika dugaan ini terbukti, maka kasus ini dapat masuk dalam pelanggaran regulasi yang berujung pada sanksi administratif hingga pidana, tergantung hasil audit dari Inspektorat atau aparat penegak hukum.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Mekarwangi, Nunung, belum memberikan keterangan resmi, meskipun telah dihubungi melalui pesan WhatsApp. Upaya konfirmasi juga telah dilayangkan kepada pihak DPMD Kabupaten Sukabumi, namun belum mendapat tanggapan.
Masyarakat berharap ada transparansi dan ketegasan dari pihak berwenang dalam menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini. Kasus Desa Mekarwangi menjadi cerminan betapa pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan Dana Desa, agar setiap rupiah yang dikucurkan pemerintah benar-benar memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan warga. (DS)